Tugas - Etika Profesi

Kasus Microsoft Meledak, Menteri Sofyan Lakukan Klarifikasi



Kasus Microsoft itu akhirnya meledak juga. Menkominfo Sofyan Djalil perlu melakukan klarifikasi di hadapan sejumlah media. DPR, KPPU dan Mabes Polri juga menunggu klarifikasi kasus ini.




Dalam jumpa pers yang digelar di Depkominfo, Jakarta pada Jumat (29/12), Menteri Sofyan kembali menegaskan bahwa Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah Indonesia dengan Microsoft itu hanya sebatas komitmen pemerintah untuk melindungi Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI).

MoU ini, lanjut Menteri Sofyan sifatnya belum mengikat. ”Kesan di luar yang ditangkap dari MoU ini adalah seolah-olah pemerintah Indonesia telah membeli software dari Microsoft. Padahal, itu tidak sama sekali. Karena kalau membeli software itu masih perlu langkah panjang. Kita masih perlu negosiasi harga, melakukan tender dan langkah-langkah lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jadi, MoU ini dalam rangka perlidungan HKI,” ujar Menteri Sofyan jelas.

Lantas kenapa dengan Microsoft? Sofyan mengaku bahwa MoU itu baru tahap awal. Selanjutnya pemerintah Indonesia juga akan melakukan MoU dengan perusahaan IT lainnya. ”Bukankah penyedia software di dunia ini tidak terlalu banyak? Jadi, MoU dengan Microsoft hanyalah tahap awal saja untuk mengeluarkan Indonesia sebagai negara pelanggar HKI terparah di dunia,” ujarnya. Sebagai catatan, pelanggaran tingkat HKI di Indonesia saat ini mencapai 87 persen. ”Ini merupakan citra buruk terhadap Indonesia,” tambahnya.


Jawaban Menteri Sofyan ini sekaligus merupakan klarifikasi dari merebaknya berita soal penandatangan MoU antara pemerintah Indonesia dengan Microsoft. Berita tersebut semakin heboh karena nota kesepahaman itu dilakukan secara diam-diam dan tertutup. Bahkan salah satu klausul MoU mengatur kewajiban para pihak untuk merahasiakan isi MoU tersebut.

Namun, soal diam-diam dan tertutup ini, dibantah habis oleh Menteri Sofyan. ”Nggak ada diam-diam. MoU ini memang saya tanda tangani. MoU ini kita umumkan ketika TIK dilantik di Bogor, dimana salah satu program pemerintah adalah legalisasi software pemerintah,” tandasnya.


Soal tertutup, Menteri Sofyan menegaskan, “Saya katakan bahwa semua MoU yang menyangkut bisnis biasanya oleh salah satu pihak akan berprinsip non disclosure. Artinya isi dari MoU itu tidak boleh dibagi ke siapa-siapa kecuali orang yang berkepentingan. Karena MoU-nya dengan pemerintah, maka semua pejabat pemerintah bisa melihatnya, tetapi tentunya tidak bisa dibagi ke wartawan sebab itu dalam konsep non disclosure.”

Nota kesepahaman itu ditandatangani pada 14 November 2006 dengan dalih untuk melegalkan software yang ada di seluruh departemen dan instansi pemerintah. MoU itu ditandatangani oleh Menkominfo Sofyan Djalil sebagai wakil dari Pemerintah Republik Indonesia dan Presiden Microsoft Asia Tenggara Chris Atkinson.

Bisa jadi, penandatangan MoU ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Bill Gates, pemilik Microsoft di kantor pusat Microsoft di Redmond, Washington, Amerika Serikat pada 27 Mei 2005 lalu.


Kontan saja nota kesepahaman itu diprotes keras sejumlah kalangan dalam negeri, salah satunya karena dinilai memboroskan anggaran. Nota kesepahaman itu dinilai kurang elok karena bertentangan dengan semangat pemerintah menghemat anggaran.

Dalam nota setebal sembilan halaman itu disebutkan, Indonesia bersedia membeli lisensi 35.496 unit Microsoft Windows dan 177.480 unit Microsoft Office. Harga resmi yang dipatok Microsoft untuk Windows sebesar AS$ 274 dan Office AS$ 179. Artinya, pemerintah harus membayar Rp 377,6 miliar. Pembayaran atau tagihan pertama akan jatuh tempo paling lambat 30 Juni 2007.

Jumlah ini sesungguhnya tidak bombastis. Tapi pemerintah sebenarnya punya pilihan untuk memakai software gratis alias open source seperti yang ditawarkan Linux. Sebetulnya, rencana itu sudah tepat. Teknologi informasi memang sudah menjadi hajat hidup orang banyak.

Di sisi lain, akan banyak praktisi serta pengguna yang berpotensi terkena rugi jika MOU dengan Microsoft dijalankan. Suara keberatan terhadap MOU, misalnya, datang dari Onno W. Purbo, pakar teknologi informasi.

Melalui e-mail kepada hukumonline, Onno menyatakan bahwa pemerintah seharusnya menggunakan teknologi alternatif open source seperti Open Office, yang bisa diperoleh dengan cuma-cuma. Sudah banyak juga anak Indonesia yang mengembangkannya. Pointer Linux merupakan salah satu buah karya para ahli Indonesia.


Mutu peranti lunak lokal pun kini telah diakui dunia. Rencananya, pada Januari 2007 ini akan digelar Asia Source di Sukabumi, Jawa Barat. Sekitar 150 delegasi dari negara-negara di Asia Pasifik akan hadir. ”Mereka ingin belajar open source dari Indonesia,” kata Onno.

Lalu, mengapa pemerintah harus mengikatkan diri pada Microsoft dengan ongkos begitu tinggi?”Hanya negara yang bodoh saja yang memakai atau membeli software berlisensi. Setahu saya hanya negara Cina dan Jerman saja yang memakai teknologi Open Source,” ujar Onno.

Sementara itu, penunjukan langsung Microsoft juga dituduh melanggar Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa Bagi Pemerintah. Dalam peraturan itu, setiap instansi diwajibkan menggelar proses tender dalam pengadaan barang.

Soal proyek tanpa tender itulah yang kini diselidiki Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). “Nota kesepahaman itu bisa merusak persaingan usaha antara sesama penyedia jasa peranti lunak,” ujar Faisal Basri, anggota KPPU saat ditemui hukumonline di Gedung KPPU di penghujung tahun 2006 lalu.



lampiran file (download) : kasus microsoft meledak....


Tugas lain : Komunikasi Data

Posting Komentar

0 Komentar